https://www.riauakses.com

  • Beranda
  • Pilihan
  • Riau
  • Lancang Kuning
    • Pekanbaru
    • Dumai
    • Bengkalis
    • Kampar
    • Siak
    • Indragiri Hulu
    • Indragiri Hilir
    • Rokan Hulu
    • Rokan Hilir
    • Pelalawan
    • Kuantan Singingi
    • Kepulauan Meranti
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Politik
  • Hukum
  • Dunia
  • Teknologi
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Lingkungan
    • Sumber Daya Alam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Video

  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Tentang
  • Pedoman
  • Redaksi

https://www.riauakses.com

Iklan Atas

https://www.riauakses.com

  • ";
  • Riau
  • Lancang Kuning
    • Pekanbaru
    • Dumai
    • Bengkalis
    • Kampar
    • Siak
    • Indragiri Hulu
    • Indragiri Hilir
    • Rokan Hulu
    • Rokan Hilir
    • Pelalawan
    • Kuantan Singingi
    • Kepulauan Meranti
  • Nasional
  • Ekonomi
  • Perbankan
  • Politik
  • Hukum
  • Dunia
  • Teknologi
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Lingkungan
    • Sumber Daya Alam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Video

Terbaru

Trending

Pilihan

Video

Home / Riau /

Sentra Budidaya Kakap Putih Nasional, Kepulauan Meranti Diapit Harapan dan Realita : Belum Ada Impak Untuk Kesejahteraan Nelayan

Rabu, 09 Juli 2025 | 17:59 WIB  
Editor : Raya Desmawanto
Sentra Budidaya Kakap Putih Nasional, Kepulauan Meranti Diapit Harapan dan Realita : Belum Ada Impak Untuk Kesejahteraan Nelayan

Sentra Budidaya Kakap Putih Nasional, Kepulauan Meranti. Foto: SM News

RiauAkses.com, Kepulauan Meranti - Harapan besar sempat menggelora ketika Kabupaten Kepulauan Meranti ditetapkan sebagai kawasan pengembangan budidaya kakap putih nasional oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kesepakatan itu ditandatangani melalui nota bersama antara Ditjen Perikanan Budidaya, Pemerintah Provinsi Riau, dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Angin optimisme sempat bertiup kencang di pesisir-pesisir desa. Masyarakat nelayan menyambut penetapan ini sebagai peluang emas untuk meningkatkan taraf hidup. Tapi waktu berjalan, dan yang tinggal hanyalah tanya: "Mengapa kami masih sulit sejahtera?"

Laut Kaya, Namun Hasil Belum Terasa

Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan status kepulauannya yang strategis, memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Berdasarkan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Riau, potensi pengembangan budidaya laut di kawasan ini mencapai 438 hektar. Bahkan secara spesifik, sekitar 145 hektar lahan budidaya laut di Meranti diprediksi bisa memproduksi hingga 10.500 ton kakap putih per tahun.

Namun, potensi besar itu masih tergantung di awang-awang. Di daratan pesisir, para nelayan masih bertahan dengan cara-cara lama, dengan keterbatasan teknologi dan modal. Infrastruktur pendukung masih minim, dan program yang ditetapkan secara nasional belum sepenuhnya mengalir hingga ke akar rumput.

Janji yang Belum Menjelma

Penetapan Kepulauan Meranti sebagai sentra kakap putih nasional seharusnya menjadi pemicu lahirnya industri turunan seperti dari pakan, hatchery (pembenihan), hingga pemasaran hasil budidaya. Tapi yang terjadi, sebagian nelayan bahkan belum mengetahui bagaimana bisa terlibat dalam skema besar tersebut.

“Kalau budidaya ini memang jadi prioritas nasional, seharusnya kami juga diberi bekal. Selain alat, juga pelatihan, dan akses ke pasar. Sekarang semuanya seperti hanya jadi label,” keluh seorang nelayan budidaya di Kecamatan Tebingtinggi Barat.

Masa Depan di Ujung Galah

Program budidaya kakap putih nasional sejatinya bisa menjadi transformasi ekonomi bagi Kepulauan Meranti. Apalagi, sektor ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan berorientasi ekspor. Tapi hal ini tak akan berarti jika nelayan lokal hanya menjadi penonton dalam geliat industri perikanan modern.

Perlu kehadiran nyata dari pemerintah, mulai dari pemetaan ulang kebutuhan masyarakat, pembangunan infrastruktur penunjang, penyediaan teknologi ramah lingkungan, hingga menjamin bahwa hasil budidaya bisa masuk ke rantai pasok nasional dan global.

Kini, lautan Meranti tetap membentang luas. Kakap putih mungkin tetap berenang bebas di dalam kantong kerambah. Namun, di dermaga dan di hati para nelayan, mereka masih menunggu kapan status “sentra nasional” itu benar-benar mengubah kehidupan mereka dan bukan sekadar jadi berita.

 

Di antara debur ombak dan tiupan angin laut Kepulauan Meranti, benih-benih harapan ditebar dalam bentuk Keramba Jaring Apung (KJA). Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, melalui Dinas Perikanan, terus mendorong budidaya kakap putih sebagai salah satu strategi peningkatan ekonomi masyarakat pesisir.

Di bawah kepemimpinan Kepala Dinas Perikanan Ahmad Yani, sebanyak 84 unit KJA telah ditebar dan dikelola oleh sekitar 260 nelayan dari berbagai kelompok. Hasilnya? Tidak main-main, budidaya ini mampu memproduksi sekitar 34 ton ikan kakap putih per tahun.

Namun, di balik angka yang tampak menjanjikan, masih banyak masalah yang membelit. Budidaya kakap putih di Meranti sejatinya adalah permata yang belum sempat dipoles maksimal.

Program budidaya ikan kakap putih yang digagas Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti ini sempat digadang-gadang menjadi lokomotif ekonomi pesisir. Namun di balik geliat awal yang menjanjikan, kini muncul berbagai persoalan mendasar yang justru menghambat kemajuan.

Penetapan Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai sentra nasional budidaya kakap putih, tersimpan banyak cerita tentang perjuangan membangun ekosistem perikanan yang berkelanjutan. Mulai dari keterbatasan infrastruktur, belum maksimalnya pembinaan nelayan, hingga tantangan penyediaan benih yang masih bergantung pada luar daerah.

“Produksinya bagus, tapi sistemnya belum. Kita punya 36 kelompok yang berjalan, tapi belum menerapkan konsep budidaya sebagai bisnis,” ungkap Ahmad Yani.

Potensi pasar kakap putih sebenarnya sangat menjanjikan. Untuk pasar lokal di Provinsi Riau, harga per kilogram bisa mencapai Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu. Namun, sayangnya, kelompok-kelompok nelayan di Meranti belum bisa menembus pasar ekspor.

Bukan karena kualitas ikan buruk, tapi karena ukuran ikan tidak sesuai permintaan ekspor.

 

“Saya sudah bertemu pelaku usaha di Batam, mereka tertarik membeli dalam jumlah besar. Tapi mereka minta ukuran 1 kilo itu 3-4 ekor. Kakap kita rata-rata satu ekor 1,2 kilo, jadi dianggap terlalu besar,” ujar Yani.

Masalah lain adalah ketidakteraturan dalam sistem budidaya. Nelayan belum menerapkan pola periodik, sehingga panen hanya dilakukan sekali setahun. Padahal, menurut Yani, bila dilakukan dengan manajemen yang tepat, panen bisa dilakukan hingga tiga kali setahun.

Akibatnya, suplai tidak stabil dan sulit memenuhi permintaan pasar besar secara berkelanjutan.

"Nelayan kita itu berternak nya tidak menerapkan sistem periodik, sehingga ketika habis diambil tidak kontinyu dimana panen nya setahun cuma sekali. Padahal setahun bisa tiga kali panen," ujarnya lagi.

Selain masalah teknis, manajemen kelembagaan kelompok nelayan juga menjadi pekerjaan rumah besar. Banyak kelompok yang masih mengandalkan metode lama, tanpa pendekatan bisnis modern dan strategi pemasaran jangka panjang.

“Nelayan kita juga masih enggan melepas ikan di harga Rp 55 ribu per kilogram ke pembeli luar yang beli dalam jumlah besar, karena sudah terbiasa dengan harga lokal yang mencapai Rp 70, ribu perkilogram nya," jelas Yani.

Padahal, menjual dalam skala besar meskipun harga satuannya lebih rendah bisa membuka akses pasar lebih luas dan menciptakan keberlanjutan usaha.

Di atas kertas, Meranti sudah punya modal besar yakni dukungan pemerintah pusat sebagai sentra budidaya nasional kakap putih, potensi lahan 438 hektar, serta lokasi yang strategis dekat pasar luar negeri seperti Batam, Singapura, dan Malaysia.

Yang kini dibutuhkan adalah penguatan kapasitas nelayan, dukungan infrastruktur, akses ke permodalan, serta pendampingan manajerial agar budidaya ini tidak hanya sebatas proyek, tapi gerakan ekonomi masyarakat.

 

Ketika Bantuan Tak Selalu Menumbuhkan Kemandirian

Kepala Dinas Perikanan Kepulauan Meranti, Ahmad Yani, secara gamblang menyebutkan bahwa salah satu masalah besar adalah tidaknya tersedia kapal angkut yang dilengkapi fasilitas cold storage. Padahal, permintaan dari luar daerah sangat besar—dengan syarat, ikan harus dikirim dalam kondisi hidup dan segar.

“Permintaan pasar ada, terutama dari luar daerah. Tapi kita tidak bisa kirim dalam kondisi hidup karena tidak punya kapal dengan fasilitas cold storage,” ujar Yani.

Modal Tidak Diputar, Bantuan Jadi Ketergantungan

Permasalahan lainnya tak kalah krusial yakni mentalitas usaha dan manajemen keuangan kelompok nelayan. Saat panen datang, keuntungan justru lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumtif ketimbang produktif. Alih-alih diputar kembali menjadi modal ternak selanjutnya, keuntungan justru habis untuk membeli sepeda motor atau kebutuhan rumah tangga.

“Saat dilakukan audit, baru terlihat. Modal panen tidak diputar. Mereka malah mengandalkan lagi bantuan dari pemerintah. Ini sangat tidak sehat untuk keberlangsungan budidaya,” tegas Yani.

Program budidaya yang seharusnya menjadi titik tolak kemandirian ekonomi, justru sebagian berubah menjadi lingkaran ketergantungan. Sementara di sisi lain, Yani menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus memberikan bantuan jika nelayan tak menunjukkan kemauan untuk mandiri.

Keramba Menganggur, Tak Ada Sanksi Tegas

Saat ini, dari 84 unit KJA yang sudah dibagikan, tidak semuanya aktif. Beberapa kelompok sudah berhenti berproduksi, namun belum ada mekanisme sanksi tegas atau penarikan aset. Bantuan yang diberikan dalam bentuk hibah ke kelompok, kini dibiarkan begitu saja.

“Keramba itu sudah kita hibahkan. Jadi tergantung mereka. Kalau tidak dijalankan, ya tidak akan kita bantu lagi. Tapi secara resmi belum ada penarikan aset,” ungkapnya.

Potret ini menyiratkan tantangan besar dalam mengelola potensi perikanan budidaya di daerah. Di satu sisi, pemerintah sudah hadir dengan fasilitas dan dukungan infrastruktur awal. Namun di sisi lain, tanpa perubahan pola pikir dan penguatan manajemen kelembagaan, program sebesar apa pun tak akan berdampak signifikan.

 

Ahmad Yani berharap ke depan, evaluasi menyeluruh terhadap kelompok budidaya dilakukan secara berkala. Bantuan pun perlu disalurkan secara selektif dan diiringi pendampingan manajerial agar benar-benar menciptakan nelayan yang tangguh dan mandiri, bukan hanya penerima bantuan semata.

Laut Meranti masih kaya, keramba masih terapung, dan kakap putih masih punya pangsa pasar besar. Tapi tanpa disiplin dan mental wirausaha dari nelayan, harapan untuk menjadikan budidaya sebagai kekuatan ekonomi justru bisa tenggelam dalam ketergantungan.

Salah satu titik kritis dalam rantai budidaya adalah ketersediaan benih ikan berkualitas. Hingga kini, Balai Benih Ikan (BBI) milik Pemkab Kepulauan Meranti belum bisa berfungsi secara maksimal karena kendala anggaran.

“BBI kita belum beroperasi karena belum ada anggaran yang cair yang kita ajukan. Bahkan untuk pembersihan rumput dan semak pun belum bisa dilakukan. Kalau ini jalan banyak bibit yang kita hasilkan yang mencapai 30 ribu ekor dan ada PAD yang masuk karena kita anjurkan nelayan untuk membeli bibit disini," tuturnya.

Dari total 70.000 hektare potensi lahan laut yang tersedia di Kepulauan Meranti, hingga kini baru sekitar 2 hektare yang dimanfaatkan untuk budidaya. Ketimpangan ini mencerminkan bahwa meski peluang sangat besar, kapasitas pemanfaatannya masih sangat minim.

Masalah tidak berhenti di situ. Kemandirian nelayan sebagai ujung tombak juga belum terbentuk secara optimal. Pola pembinaan, pelatihan bisnis, dan manajemen kelompok budidaya dinilai masih belum maksimal.

“Kita pernah usulkan pelatihan dan penyuluhan manajemen bisnis pada 2024, tapi dicoret karena tak direkomendasikan. Yang ada hanya pelatihan budidaya ikan air tawar di Jambi itu pun lewat dana pokir DPRD,” jelas Yani.

 

Menggantung Harapan pada Program Kampung Merah Putih

Namun, di tengah berbagai kendala itu, secercah harapan mulai muncul. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siap menggulirkan program Kampung Merah Putih, sebuah kawasan terpadu budidaya laut yang akan dibangun di dua desa yakni Tanah Merah dan Sialang Pasung.

Program ini akan menjadi proyek percontohan yang mengintegrasikan budidaya ikan, produksi pakan, infrastruktur distribusi, hingga pasar. Anggaran sebesar Rp 22 miliar dari KKP tahun 2025 telah disiapkan untuk membangun jembatan, rumah produksi pakan, cold storage, BBM, hingga supermarket ikan.

“Mudah-mudahan dengan adanya Kampung Merah Putih ini, semua persoalan bisa ditangani, dan kita bisa kembali mengembangkan Meranti sebagai sentra nasional kakap putih,” ucap Yani optimis.

Sembari menyempurnakan program budidaya kakap putih, Dinas Perikanan Kepulauan Meranti juga mulai mengembangkan budidaya udang vaname. Di Desa Renak Dungun, mereka sudah berhasil melakukan panen perdana sebanyak 4 ton.

Inisiatif ini memperlihatkan bahwa Meranti tidak kekurangan potensi, tetapi butuh pendekatan yang lebih sistematis dan terintegrasi, terutama dalam manajemen kelompok usaha, akses ke modal, hingga pemasaran produk secara luas dan berkelanjutan.

Kabupaten Kepulauan Meranti kini berdiri di persimpangan. Potensi lautnya begitu besar, peluang pasarnya sangat terbuka, dan dukungan pemerintah pusat mulai mengalir. Tapi semua itu hanya akan menjadi catatan di atas kertas jika tidak ada perubahan pada tata kelola, komitmen, dan kemauan untuk berbenah dari hulu hingga hilir. (R-01)


TOPIK TERKAIT

# Sentra Budidaya# Kakap Putih# Kepulauan Meranti# RiauAkses.com
Komentar Via Facebook :

BERITA TERKAIT

  • Polsek Simpang Kanan Tanam Jagung Serentak Kuartal III Program Ketahanan Pangan Nasional

    Riau•
    Rabu, 09/07/2025 | 20:58 WIB
    RiauAkses.com, Rokan Hilir - Polsek Simpang Kanan Polres Rokan Hilir kembali melakukan aksi
  • Penyelundupan Pil Happy Five Digagalkan, Lapas Pekanbaru Gelar Tes Urine Tahanan dan Petugas

    Hukum•
    Rabu, 09/07/2025 | 19:56 WIB
    RiauAkses.com, Pekanbaru - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru,menggelar tes urine
  • Polda Riau Buka Lowongan Untuk non-ASN Penyandang Disabilitas

    Riau•
    Rabu, 09/07/2025 | 16:49 WIB
    RiauAkses.com, Pekanbaru - Polda Riau membuka kesempatan kepada pegawai non-ASN (PHL/honorer)
  • Gedung Dekranasda Pekanbaru Terbuka untuk Pelaku UMKM

    Riau•
    Rabu, 09/07/2025 | 12:47 WIB
    RiauAkses.com, Pekanbaru - Penjabat Sekretaris Daerah Kota (Pj Sekdako) Pekanbaru Dr.Tr H Zulhelmi
  • Edarkan Narkotika, Polisi Amankan PNS di Siak

    Hukum•
    Selasa, 08/07/2025 | 17:44 WIB
    RiauAkses.com, Siak - Satuan Reserse Narkoba Polres Siak menangkap seorang Pegawai Negeri Sipil
Banner Ramadhan TAF - P07

TRENDING

  • UMK dan UMP Riau Tahun 2026 Resmi Ditetapkan, Ini Rinciannya

    UMK dan UMP Riau Tahun 2026 Resmi Ditetapkan, Ini Rinciannya

    Selasa, 23/12/2025 | 19:58 WIB
  • 1 Orang Tewas Belasan Luka, Hotel New Hollywood Pekanbaru Terbakar

    1 Orang Tewas Belasan Luka, Hotel New Hollywood Pekanbaru Terbakar

    Sabtu, 20/12/2025 | 20:28 WIB
  • Danantara Bersama BUMN Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Pemulihan Pascabencana di Aceh

    Danantara Bersama BUMN Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Pemulihan Pascabencana di Aceh

    Sabtu, 20/12/2025 | 00:05 WIB
  • Elevasi Waduk PLTA Koto Panjang Naik Tipis 3 Sentimeter Pagi Ini

    Elevasi Waduk PLTA Koto Panjang Naik Tipis 3 Sentimeter Pagi Ini

    Sabtu, 20/12/2025 | 11:11 WIB
  • Ketua DPRD Riau: Penanganan TNTN Butuh Dukungan Bersama

    Ketua DPRD Riau: Penanganan TNTN Butuh Dukungan Bersama

    Senin, 22/12/2025 | 17:00 WIB
  • Polisi Selidiki Kebakaran Hotel New Hollywood Pekanbaru yang Tewaskan 1 Orang

    Polisi Selidiki Kebakaran Hotel New Hollywood Pekanbaru yang Tewaskan 1 Orang

    Senin, 22/12/2025 | 08:45 WIB
  • Kapolda Riau Resmikan MPP Presisi dan Letakkan Batu Pertama Pembangunan Klinik Polres Rohil

    Kapolda Riau Resmikan MPP Presisi dan Letakkan Batu Pertama Pembangunan Klinik Polres Rohil

    Senin, 22/12/2025 | 18:38 WIB
  • 12 Posko Nataru Disiagakan di Jalan Lintas Riau

    12 Posko Nataru Disiagakan di Jalan Lintas Riau

    Kamis, 25/12/2025 | 13:49 WIB
Banner STMIK In Pekanbaru - P09
    • Ikuti Kami di:



  • Disclaimer     Kontak Kami     Tentang     Pedoman     Redaksi    

    RiauAkses.com - All Right Reserved
    Desain by : Aditya